KPK Kembali Usut Dugaan Gratifikasi dalam Divestasi Saham PT Newmont
RNN.com - Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya merespons laporan dari Aliansi Front Pemuda Taliwang (FPT) dan Forum Dinamika Jakarta (FDJ) terkait dugaan gratifikasi dalam divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) pada tahun 2009.
Koordinator Aliansi FPT dan FDJ, Muhammad Sahril Amin, pada Sabtu (15/2/2025), mengonfirmasi bahwa KPK telah menerima aduan tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya tengah menunggu pertemuan dengan pejabat KPK untuk mempresentasikan sejumlah kasus di Sumbawa Barat, termasuk dugaan gratifikasi dalam divestasi saham PT NNT serta kasus dugaan fee proyek Rp60 miliar yang melibatkan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat.
Sahril menjelaskan bahwa pada tahun 2018 dirinya pernah diminta untuk memberikan keterangan kepada penyidik KPK, Aprizal dan tim, terkait kasus tersebut. Sebelumnya, sebanyak 37 pejabat dari Sumbawa, Sumbawa Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk Gubernur NTB saat itu, Tuan Guru Bajang (TGB), serta Bupati Sumbawa Barat, W Musyafirin, juga telah diperiksa.
"Saya masih menjabat di DPRD Sumbawa Barat saat itu dan diminta memberikan klarifikasi terkait dugaan gratifikasi divestasi saham PT NNT. Termasuk TGB juga diperiksa karena ada dugaan aliran dana ke rekening pribadinya," ungkap Sahril.
Menurut Sahril, penyidik KPK sempat menyampaikan bahwa dalam waktu dekat sejumlah pejabat tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun, kasus ini akhirnya tidak berlanjut setelah Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, disebut-sebut menghentikan prosesnya.
Berdasarkan laporan Tempo, TGB diduga menerima aliran dana hasil divestasi periode 2009-2013. KPK menemukan adanya dugaan dana sebesar Rp1,15 miliar yang masuk ke rekeningnya di Bank Syariah Mandiri pada tahun 2010.
KPK menduga uang tersebut berkaitan dengan pembelian 24 persen saham hasil divestasi PT NNT oleh PT Multi Daerah Bersaing pada November 2009. Dana ini diduga mengalir dari Recapital Asset Management, sebuah perusahaan pengelolaan investasi yang terkait dengan Grup Bakrie.
Pada tahun 2018, saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, TGB mendapat pertanyaan seputar keputusan divestasi, penjualan saham, serta aliran dana ke rekening pribadinya. Namun, ia membantah adanya kaitan dana tersebut dengan proses divestasi dan mengklaim bahwa uang tersebut merupakan pinjaman dari Rosan Roeslani, pemilik Recapital, untuk kepentingan pesantren yang dikelolanya, Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan di NTB.
KPK kini kembali mendalami dugaan kerugian negara dalam pembagian dividen hasil penjualan saham PT NNT kepada PT Amman Mineral Internasional. Kasus ini bermula ketika PT Multi Daerah Bersaing, perusahaan hasil kerja sama antara PT Daerah Maju Bersaing (perusahaan bentukan pemerintah daerah NTB, Kabupaten Sumbawa, dan Sumbawa Barat) dengan PT Multi Capital (anak usaha PT Bumi Resources, Grup Bakrie), membeli 24 persen saham divestasi PT NNT pada 2009. Dari jumlah tersebut, 6 persen menjadi milik PT Daerah Maju Bersaing dan 18 persen dimiliki Grup Bakrie.
Pada tahun 2016, pemerintah NTB menjual sahamnya karena dianggap tidak menguntungkan. Sebanyak 24 persen saham PT Multi Daerah Bersaing kemudian dilepas ke PT Amman Mineral Internasional seharga Rp5,2 triliun. Namun, dalam prosesnya, terdapat dugaan ketidaksesuaian dalam pembagian keuntungan.
Meskipun PT Daerah Maju Bersaing seharusnya memperoleh sekitar US$ 100 juta dari transaksi tersebut, jumlah yang diterima hanya US$ 40 juta. Dugaan selisih ini menjadi fokus perhitungan potensi kerugian negara yang kini kembali disorot oleh aparat hukum.
TGB sendiri berdalih bahwa nilai US$ 40 juta merupakan hasil perhitungan tim penasihat investasi daerah. Menurutnya, pemerintah daerah tidak menuntut nilai penuh US$ 100 juta karena PT Multi Capital masih memiliki kewajiban pembayaran utang terkait investasi awal mereka.
Kini, perhatian kembali tertuju pada perkembangan kasus ini, terutama menyangkut 37 pejabat yang diduga terlibat, termasuk mantan Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, Ketua DPRD, Bupati Sumbawa, Sekda, dan sejumlah pejabat lainnya di NTB.
(red)