Kasus Perusakan Bale Adat Di Lombok Timur dan Dugaan Penipuan Menuju Proses Restorative Justice

Daftar Isi


RNN.com
LOMBOK TIMUR - Proses hukum terkait kasus perusakan bale adat di Dusun Kedome, Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Lombok Timur yang melibatkan Sukismoyo beserta enam tersangka lainnya telah memasuki tahap kedua setelah dinyatakan P21. Namun, dari tujuh tersangka, hanya empat yang hadir dalam proses tersebut, sementara tiga lainnya tidak memenuhi panggilan.

Kasus ini melibatkan dua pihak yang saling berhadapan, yakni Sukismoyo, yang menjabat sebagai Komisaris PT. Gumi Adhi Karya, bersama rekan-rekannya, dan Sainah. Kedua belah pihak kini tengah menjalani upaya Restorative Justice (RJ) yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Lombok Timur. Sukismoyo menghadapi tuduhan perusakan bale adat, sementara Sainah diduga terlibat dalam kasus penipuan.

Dalam perundingan RJ, Sukismoyo mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp1 miliar, yang dinilai tidak wajar karena korban dalam kasus perusakan ini adalah Sainah. Kuasa hukum Sainah dengan tegas menolak permintaan tersebut. Selain itu, Sukismoyo juga berencana menyita tanah dan bangunan yang kini ditempati Sainah, dengan alasan bahwa tanah tersebut merupakan aset milik pemerintah daerah. Namun, kuasa hukum Sainah menolak klaim tersebut, menegaskan bahwa tanah tersebut memiliki dokumen kepemilikan yang sah atas nama Sainah.

Perkara ini menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Mabes Polri, Kejaksaan Agung RI, Komisi III DPR RI, hingga Kantor Staf Presiden (KSP). Kuasa hukum Sainah, Eko Rahadi, SH, menyatakan bahwa kasus yang menjerat kliennya dalam dugaan penipuan terkesan dipaksakan, meskipun gugatan praperadilan sebelumnya telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Lombok Timur. Ia juga menyoroti keterlibatan penyidik Reskrim Polres Lombok Timur yang dinilai terlalu aktif dalam proses perdamaian, meskipun perkara ini sudah masuk ranah kejaksaan.

Eko juga mempertanyakan jumlah tersangka dalam kasus perusakan bale adat yang awalnya tujuh orang namun kini hanya lima dalam berkas penyidikan tahap kedua. Selain itu, ia menilai tuntutan ganti rugi dari Sukismoyo bertentangan dengan prinsip RJ, yang seharusnya diselesaikan tanpa syarat.

Proses Perdamaian Menuju Restorative Justice

Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Syahrul Rahman, SH, mengungkapkan bahwa perdamaian tahap kedua antara Sukismoyo dan Sainah bertujuan untuk memastikan tidak ada tuntutan hukum di kemudian hari. Kedua belah pihak telah menandatangani kesepakatan sebagai langkah awal menuju RJ.

Dalam kasus ini, berkas perkara Sukismoyo dikelompokkan dalam Pasal 170 KUHP terkait perusakan, sementara kasus dugaan penipuan yang melibatkan Sainah berdiri sendiri di bawah Pasal 378 KUHP. Syahrul mengakui bahwa proses RJ berjalan cukup alot karena masing-masing pihak merasa memiliki hak atas objek sengketa. Sukismoyo mengklaim telah mengeluarkan dana untuk pembangunan bale adat, sedangkan Sainah berpegang pada bukti kepemilikan lahan.

Pihak kejaksaan kini tengah menyusun laporan yang akan diekspos di Kejaksaan Tinggi NTB dan Kejaksaan Agung untuk mendapatkan persetujuan RJ. Jika disepakati, kedua belah pihak wajib mematuhi kesepakatan yang telah dibuat, tanpa ada upaya hukum lanjutan yang dapat membatalkan perdamaian.

Dalam kurun waktu 14 hari ke depan, penyidik kejaksaan akan menyelesaikan pemberkasan sebelum diputuskan apakah perkara ini layak untuk RJ. Syahrul menegaskan bahwa proses ini berjalan independen tanpa intervensi dari pihak manapun. Kedua belah pihak diwajibkan melakukan wajib lapor selama proses RJ berlangsung.

Sementara itu, Kasi Intelijen Kejari Lombok Timur, Putu Bayu Pinarta, SH, menambahkan bahwa pihaknya akan memantau kedua belah pihak selama proses RJ. Jika ditemukan adanya ancaman atau intimidasi terhadap salah satu pihak, kejaksaan berhak membatalkan RJ dan melanjutkan kasus ke persidangan.

Mengenai jumlah tersangka yang awalnya tujuh namun kini hanya lima, Syahrul menyatakan bahwa pihaknya hanya menerima berkas penyidikan dari Polres Lombok Timur yang menetapkan lima tersangka.

"Kami hanya menerima berkas yang sudah ditetapkan oleh penyidik. Jika sebelumnya disebut ada tujuh tersangka, maka itu bukan dalam kewenangan kami," ujar Syahrul.

Kasus ini terus mendapat perhatian publik seiring dengan jalannya proses RJ. Kejaksaan menegaskan akan menangani perkara ini dengan profesional dan independen demi memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

(win)

DINAS-PETERNAKAN-DAN-KESEHATAM-20250218-194449-0000