Gibran Rakabuming Dijadwalkan Isi Materi di Retret Kepala Daerah, Kehadirannya Tuai Polemik

Daftar Isi


RNN.com
Magelang – Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, dijadwalkan menjadi pembicara dalam Retret Kepala Daerah yang berlangsung di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, pada Rabu (26/2). Kehadirannya dalam forum ini memicu perdebatan, terutama terkait kapasitasnya dalam memberikan materi kepada para kepala daerah yang baru dilantik.

"Insya Allah, Pak Wapres akan menyampaikan materi pada hari Rabu pukul 10 pagi," ujar Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, saat ditemui di Kompleks Akmil, Senin (24/2) malam.

Menurut Bima, Gibran akan membahas Asta Cita, visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, serta berbagai program turunan yang menjadi fokus pembangunan ke depan. "Materinya akan berfokus pada program-program pemerintahan Prabowo-Gibran. Detailnya akan lebih jelas saat pemaparan nanti," tambahnya.

Retret kepala daerah ini berlangsung sejak 21 hingga 28 Februari 2025, menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk 40 menteri Kabinet Merah Putih serta Widyaiswara dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Beberapa tokoh yang telah mengisi materi di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, serta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan hadir pada hari terakhir acara.

Penunjukan Gibran sebagai salah satu pemateri dalam forum prestisius ini mendapat kritik, terutama dari politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean. Ia mempertanyakan apakah Wakil Presiden termuda dalam sejarah Indonesia ini memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan pembekalan kepada para kepala daerah.

"Kalau kita melihat kapasitas Wakil Presiden saat ini, saya rasa beliau belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memberikan arahan di acara ini," ujar Ferdinand, Selasa (25/2).

Lebih lanjut, ia menilai bahwa secara kompetensi, Gibran masih berada di bawah para kepala daerah yang akan menjadi audiensnya.

"Sejujurnya, kualitas beliau masih di bawah kepala daerah yang baru terpilih, terutama gubernur. Ini menjadi hal yang perlu dipertanyakan," katanya tanpa ragu.

Meski demikian, Ferdinand mengakui bahwa jabatan yang kini dipegang Gibran secara otomatis membuatnya memiliki legitimasi untuk berbicara di forum tersebut.

"Jabatannya sebagai Wakil Presiden membuat dia memiliki kewenangan untuk memberikan materi. Suka atau tidak suka, para kepala daerah harus menerima kenyataan ini," imbuhnya.

Menurutnya, kritik terhadap Gibran mencerminkan dinamika politik dan demokrasi di Indonesia.

"Ini seharusnya menjadi refleksi bagi para kepala daerah. Apakah mereka tidak merasa aneh menerima arahan dari seseorang yang mungkin pengalaman dan kompetensinya belum sebanding?" pungkasnya.

Di era demokrasi, perdebatan mengenai kapasitas pemimpin bukanlah hal baru. Namun, pertanyaannya kini, apakah kepemimpinan lebih banyak ditentukan oleh pengalaman dan kompetensi, atau sekadar legitimasi politik?

Hanya waktu yang akan menjawab, bagaimana publik menilai efektivitas kepemimpinan yang lahir dari sistem politik saat ini.

(red)

DINAS-PETERNAKAN-DAN-KESEHATAM-20250218-194449-0000