Temukan Setumpuk Sertifikat Dalam Lemari Gede Bajera, Sanka Suci Tegaskan Tidak Tahu Lokasi Tanah

Daftar Isi


RNN.com
- Sumbawa – Kepemilikan lahan di kawasan Samota, Kelurahan Brang Biji, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, oleh Sri Marjuni Gaeta, kembali menjadi sorotan. Berdasarkan informasi, Sri Marjuni telah menguasai lahan tersebut sejak 1995 melalui proses jual beli resmi yang dilengkapi dokumen sah seperti sertifikat tanah, surat jual beli, dan warkah pendukung.

Pada tahun 2014, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa bersama DPRD dan Pemerintah Daerah Sumbawa melakukan rekonstruksi batas lahan untuk memastikan kejelasan lokasi tanah yang dikuasai oleh Sri Marjuni. Hasil rekonstruksi tersebut dituangkan dalam berita acara, yang mengidentifikasi batas-batas lahan, termasuk tanah negara di bagian utara.

Namun, klaim atas lahan ini dipersulit oleh pengakuan Ali BD, yang menyatakan kepemilikan sebagian lahan melalui sertifikat lain. Sanka Suci, kerabat Gede Bajera, seorang mantan pejabat BPN Sumbawa, mengungkapkan bahwa ia pernah menemukan tumpukan sertifikat tanah di lemari pamannya. Namun, ia menegaskan tidak mengetahui lokasi tanah yang tercantum dalam sertifikat tersebut, termasuk Sertifikat Hak Milik (SHM) 507, yang kini digunakan oleh Ali BD untuk mengklaim lahan Sri Marjuni.

“Saya tidak tahu letak tanah dalam sertifikat-sertifikat tersebut,” ujar Sanka Suci, yang pernyataannya didukung oleh Tamrin Yamin, salah satu saksi yang hadir dalam pertemuan dengan Sri Marjuni.

Tamrin Yamin menambahkan bahwa Sri Marjuni Gaeta telah menguasai tanah tersebut jauh sebelum kehadiran Ali BD di kawasan Samota. Ia juga menegaskan bahwa pembelian tanah oleh Sri Marjuni dilakukan secara sah dan telah dilengkapi sertifikat resmi.

Di sisi lain, Abdul Aziz AB, perwakilan Ali BD, menyatakan bahwa rekonstruksi batas yang dilakukan oleh pihak BPN atas tanah milik Penko Widjaja—yang diklaim Ali BD—tidak mencakup lahan Sri Marjuni Gaeta. Abdul Aziz, yang menjadi saksi dalam proses tersebut, menegaskan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh BPN tidak pernah menjangkau area lahan yang dikuasai oleh Sri Marjuni.

“Kalau ada yang mengatakan rekonstruksi itu sampai ke lahan milik Sri Marjuni Gaeta, itu tidak benar. Saya hadir dan tahu batas-batas tanah yang diukur saat itu,” jelas Abdul Aziz.

Perselisihan ini menunjukkan perlunya transparansi dan penyelesaian yang adil untuk menghindari konflik berkepanjangan. Dengan berbagai dokumen yang telah ada, kepemilikan tanah Sri Marjuni Gaeta tampaknya memiliki dasar hukum yang kuat.

(Jasril)

DINAS-PETERNAKAN-DAN-KESEHATAM-20250218-194449-0000