Kepala Dusun Dan Nelayan Sekaroh Tolak Aktivitas Tambak Mutiara Ilegal Milik PT Autore
Sebagai bentuk penolakan, puluhan warga memasang spanduk di sepanjang pantai. Mereka menyampaikan aspirasi agar perusahaan asal Australia yang bergerak di bidang budidaya mutiara tersebut menghentikan aktivitasnya.
“Kami turun langsung ke pantai untuk menyatakan keberatan. Lingkungan rusak, terumbu karang hancur, dan nelayan sering mengalami intimidasi saat bekerja,” ujar Sahlan, Kepala Dusun Telone, Kamis (09/01/2025).
Sahlan menjelaskan bahwa perusahaan telah beroperasi lebih dari 20 tahun, namun masyarakat sekitar tidak pernah merasakan dampak positif seperti bantuan atau program pemberdayaan. Ia mendesak agar perusahaan segera menghentikan kegiatannya di wilayah tersebut.
Aktivitas PT. Autore Pearl Culture juga dinilai semakin masif dengan memperluas area keramba mutiara, yang justru mengorbankan kepentingan masyarakat lokal. Jalur nelayan dan operator wisata terganggu karena area keramba dijaga ketat oleh pihak keamanan perusahaan.
“Keramba mereka memaksa nelayan untuk memutar jalur, begitu juga perahu wisata. Bahkan, kami sering dimarahi penjaga di sana,” ungkap Sahlan.
Suparman, salah seorang pelaku wisata di Desa Sekaroh, menambahkan bahwa kerusakan terumbu karang di Pantai Pink, yang merupakan kawasan wisata unggulan, menjadi semakin parah akibat aktivitas perusahaan. Jangkar keramba kerap merusak karang, sementara nelayan mengalami kerusakan perahu akibat terlilit tali tambak.
“Kami berharap pemerintah segera mengambil tindakan tegas. Pantai Pink adalah area wisata, bukan untuk tambak mutiara,” tegasnya.
Namun, Kepala Desa Sekaroh, H. Mansur, mengungkapkan bahwa perusahaan telah memberikan kontribusi seperti menyediakan lapangan kerja bagi warga lokal. Ia juga mengajak semua pihak untuk berdiskusi mencari solusi terbaik.
“Saya baru mengetahui adanya penolakan ini. Jika memang ada masalah, kita harus menyelesaikannya bersama-sama,” kata Mansur.
Mansur juga menambahkan bahwa izin operasional perusahaan telah diterbitkan secara resmi dengan dukungan dari pihak terkait.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim, menyatakan bahwa aktivitas perusahaan di kawasan Pantai Pink melanggar aturan karena tidak memiliki izin resmi. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan telah menerima tiga surat peringatan terkait pelanggaran tersebut.
“Kawasan ini merupakan area wisata yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas seperti tambak mutiara. Selain itu, mereka belum melengkapi dokumen lingkungan sesuai ketentuan,” jelas Muslim.
Muslim meminta pemerintah pusat dan instansi terkait untuk mengambil langkah tegas dalam menangani pelanggaran ini.
Ketua Indonesia Construction Watch, Lalu Mukarraf, juga menyebut bahwa perusahaan telah memanfaatkan kawasan wisata secara ilegal selama bertahun-tahun. Ia menduga ada kerugian negara yang cukup besar akibat aktivitas tersebut.
“Ribuan kerang mutiara dipanen setiap enam bulan di area yang seharusnya dilindungi. Keuntungan besar ini diperoleh secara tidak sah,” ujar Mukarraf.
Ia menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mendapatkan tindak lanjut hukum.
Hingga berita ini ditulis, pihak PT. Autore Pearl Culture belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan yang disampaikan masyarakat dan pihak terkait.
(win)