Polusi Udara Pabrik Tekstil di Tangerang, Warga Desak Pemerintah Bertindak

Daftar Isi


RNN.com
-Masalah polusi udara yang dihasilkan oleh industri menjadi perhatian serius di Kota Tangerang. Salah satu kasus mencuat adalah dugaan pencemaran udara oleh PT. Bintang Kanguru, sebuah pabrik tekstil yang telah beroperasi di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, selama lebih dari empat dekade.

Lokasi pabrik yang terletak di Jalan Tangga Asem RT 01 RW 05 disebut-sebut menjadi sumber bau menyengat dan debu yang mengganggu aktivitas warga sekitar. Mamak, Ketua RW 005, mengungkapkan keresahan warganya. “Kami sangat terganggu dengan pencemaran udara dari pabrik ini. Bau karet terbakar dan debu sering kali membuat sulit bernapas,” keluhnya kepada media, Jumat (27/12/2024).

Tidak hanya masyarakat setempat, Asosiasi Kabar Online Indonesia (Akrindo) DPD Banten juga memberikan perhatian terhadap isu ini. Franky S. Manupputy, Ketua Akrindo Banten, meminta pihak perusahaan untuk segera mengambil langkah konkret. "Perusahaan harus menyediakan alat pengendali polusi untuk mengurangi dampak buruknya. Pemerintah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, harus bertindak tegas terhadap masalah ini," ujar Franky.

Franky juga memperingatkan agar tidak ada kesan tebang pilih dalam penanganan masalah ini. Menurutnya, transparansi dan keseriusan pemerintah sangat penting agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap pihak berwenang.

Polusi udara dari pabrik memiliki beberapa sumber utama, seperti emisi gas buang, partikel udara, dan debu industri. Gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida sering dilepaskan selama proses produksi, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil seperti karet.

Dampak dari polusi udara ini mencakup berbagai aspek, antara lain:

  1. Kesehatan: Paparan jangka panjang terhadap zat berbahaya dapat memicu penyakit pernapasan, gangguan kardiovaskular, hingga risiko kematian dini.
  2. Lingkungan: Polutan dapat merusak ekosistem, tanaman, dan kehidupan satwa liar.
  3. Perubahan Iklim: Gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pabrik turut berkontribusi terhadap pemanasan global.
  4. Kerugian Ekonomi: Produktivitas masyarakat dapat terganggu akibat masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh pencemaran udara.

Selama 46 tahun, warga Mekarsari merasa polusi udara dari pabrik ini belum ditangani secara serius. Bahkan, upaya warga untuk menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi setahun lalu tidak membuahkan hasil.

Standar ketinggian cerobong asap pabrik minimal 20 meter dengan diameter 0,38 meter dianggap tidak cukup jika tanpa alat pengendali polusi yang memadai. Penggunaan bahan bakar seperti Rubber Compound Oil (RCO) yang menghasilkan bau menyengat menjadi masalah utama.

Warga berharap pihak berwenang dapat menegakkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal 98, pelaku yang terbukti merusak lingkungan hidup dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.

Masalah polusi udara ini menuntut perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan. Jika tidak segera ditangani, dampaknya akan semakin meluas, tidak hanya pada kesehatan warga, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan hidup.

(red)

Bupati-Dan-Wakil-Bupati-Lombok-Timur-20241210-221027-0000