Peningkatan Kasus Kekerasan Anak di Lotim, DP3AKB Minta Peran Desa dan Pemuda
RNN.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur mengadakan forum pembahasan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada periode 2020 hingga 2024. Acara ini dilaksanakan di Ruang Pertemuan II Kantor Bupati pada Rabu (11/12).
Forum tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari UPT DP3AKB kecamatan, pekerja sosial, pemerhati anak, unit PPA Polres Lombok Timur, Ketua Forum Kepala Desa, Satpol-PP, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Dinas Sosial, Dukcapil, UPTD PPA, serta kalangan jurnalis.
Kepala DP3AKB Lombok Timur, H. Ahmat, memaparkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan tren penurunan signifikan pada beberapa tahun terakhir. Namun, peningkatan kasus mulai terlihat sejak 2023 hingga 2024. Ia menyebutkan bahwa berbagai bentuk kekerasan yang dilaporkan meliputi penelantaran, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan fisik dan psikis, pencabulan, penganiayaan, kekerasan seksual, perebutan hak asuh anak, perdagangan orang, ancaman, hingga pernikahan yang tidak sah.
Data Kasus Kekerasan
H. Ahmat mengungkapkan data rinci kasus dari tahun 2020 hingga Oktober 2024. Pada 2020, tercatat 102 kasus, meningkat menjadi 111 kasus pada 2021. Tahun 2022 menunjukkan penurunan signifikan menjadi 40 kasus. Namun, pada 2023 terjadi lonjakan, dengan 162 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) dan 41 kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP). Hingga Oktober 2024, tercatat 163 kasus KTA dan 74 kasus KTP.
Harapan dan Solusi
H. Ahmat menekankan pentingnya kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat untuk menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Lombok Timur. Ia mendorong seluruh pihak untuk aktif mensosialisasikan regulasi terkait pencegahan kekerasan, termasuk upaya pencegahan pernikahan anak.
"Peran aktif pemerintah desa dan kelurahan sangat kami harapkan. Unsur Karang Taruna dan remaja masjid dapat menjadi mitra strategis dalam mengedukasi masyarakat mengenai regulasi ini," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak telah disahkan. Kini, tantangan utama adalah memastikan implementasi regulasi ini secara maksimal. "Kami harap seluruh pihak dapat bersama-sama mengawal pelaksanaan Perda, Perbup, hingga Perdes terkait pelarangan pernikahan anak," tutupnya.