Fraksi DPRD Lombok Timur Tolak Raperda APBD 2025, Cegah Adanya Perencanaan Anggaran Fiktif

Daftar Isi

RNN.com - Penyelenggaraan rapat paripurna V masa sidang I DPRD Kabupaten Lombok Timur mengenai pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2025 mengalami penolakan dari beberapa fraksi partai politik. Penolakan ini dilakukan untuk memastikan perencanaan anggaran tidak disusun sembarangan atau berdasarkan informasi yang tidak akurat.


Rapat paripurna yang dijadwalkan pada Selasa (19/11) mengacu pada hasil rapat Badan Musyawarah DPRD Lombok Timur pada tanggal 18 November. Pembahasan Raperda APBD 2025 direncanakan untuk dilaksanakan dalam tiga sesi: penyampaian Kepala Daerah, penyampaian pandangan fraksi-fraksi, dan tanggapan Kepala Daerah. Namun, sesi kedua dan ketiga terpaksa ditunda.


Ketua Fraksi Partai Demokrat, Amrul Jihadi, menjelaskan bahwa rapat sempat tertunda karena dokumen Raperda APBD 2025 tidak disiapkan oleh pihak eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Daerah Lombok Timur. Dalam sesi pertama rapat, disepakati bahwa rapat paripurna berikutnya akan ditunda untuk memberikan waktu bagi pihak eksekutif menyelesaikan dokumen tersebut.


"Kalau dokumennya belum ada, mau dibahas apa?" kata Amrul di ruangannya pada Selasa malam (19/11/2024). 


Amrul juga menanggapi alasan ketidaksiapan dokumen yang disebabkan oleh perubahan regulasi, pergantian presiden, dan penyesuaian lainnya. Ia menegaskan bahwa alasan tersebut tidak dapat diterima begitu saja. "Jangan menunggu terus, seharusnya dokumennya bisa dibuat dulu. Kalau ada perubahan, bisa dibahas lagi," ujar Amrul.


Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Lombok Timur, Waes Al Qarni, menyatakan bahwa meskipun rapat sempat tertunda, rapat tetap berlangsung lancar dengan kehadiran 26 anggota legislatif. Ia menjelaskan bahwa dokumen Raperda APBD 2025 telah disediakan dalam bentuk soft copy, namun beberapa anggota fraksi meminta dokumen fisiknya. Eksekutif pun memenuhi permintaan tersebut.


Waes juga mengungkapkan kendala yang dihadapi eksekutif dalam menyiapkan dokumen, antara lain karena sistem penyusunan anggaran 2025 harus mengacu pada Permendagri Tahun 2015. Selain itu, sistem SIPD yang digunakan lambat, karena dipakai secara nasional. "Ini yang membuat eksekutif agak kesulitan menyusun dokumen sesuai dengan ketentuan," kata Waes.


Meskipun alasan tersebut diterima oleh sebagian anggota fraksi, pembahasan tetap ditunda hingga dokumen fisik Raperda APBD 2025 disiapkan. Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar, Lalu Hasan Rahman, mengkritik rapat paripurna yang dianggap dipaksakan dan mencurigai adanya tandatangan yang dibuat-buat. Ia menilai dokumen fisik seharusnya sudah diterima jauh sebelumnya, mengingat Raperda APBD ini akan menjadi dasar perencanaan pembangunan di Lombok Timur.


Hasan mengingatkan bahwa rapat yang bergantung pada soft copy tidak cukup untuk menganalisa secara mendalam penggunaan anggaran negara, dan bisa berisiko terjadi penyalahgunaan atau perencanaan yang tidak sesuai sasaran. "Jangan sampai ada program fiktif karena perubahan dokumen yang terus menerus," ujarnya.


(win)

Whats-App-Image-2024-11-10-at-14-13-10-b754d105