Teluk Ekas Jadi Sentra Blue Food Nasional, Lombok Timur Hadapi Tantangan Industrialisasi Rumput Laut
RNN.com, Lombok Timur - Lombok Timur,sebuah wilayah yang dikenal dengan keindahan alamnya, kini menjadi sorotan nasional dengan penetapan Teluk Ekas sebagai pusat pengembangan blue food. Proyek yang diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sejak akhir Februari lalu ini berfokus pada budidaya rumput laut seluas 100 hektar. Proyek ini merupakan bagian dari program strategis nasional yang diharapkan bisa membawa perubahan besar bagi sektor kelautan Indonesia, terutama di kawasan pesisir Nusa Tenggara Barat.
Sebagai pilot project pengembangan blue food di Indonesia, Teluk Ekas diharapkan mampu menjadi pionir dalam industrialisasi rumput laut yang berkelanjutan. Namun, perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah. Pj. Bupati Lombok Timur, H. Muhammad Juaini Taofik, mengungkapkan bahwa meskipun potensi pengembangan rumput laut sangat besar, mengelola proyek dalam skala besar ini penuh dengan tantangan. "Mengelola rumput laut dalam skala besar bukan sekadar membangun industri. Proses ini jauh lebih rumit karena industrialisasi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat setempat," ungkapnya dalam kunjungan Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, R. Hendrian, Jumat (11/10).
Juaini menekankan pentingnya memastikan bahwa pengembangan rumput laut di Teluk Ekas tidak hanya menguntungkan para investor, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat pesisir yang hidup dari sektor kelautan. Menurutnya, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal. “Harapannya, BRIN dapat membantu kami memastikan keseimbangan ini. Kami ingin industrialisasi ini berjalan dengan baik, tapi tetap berpihak pada masyarakat,” tambahnya.
Dalam kunjungan kerja tersebut, R. Hendrian menyatakan bahwa BRIN siap mendukung pengembangan industri rumput laut di Lombok Timur melalui riset dan inovasi. Dia menegaskan bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak sangat penting untuk memastikan keberhasilan proyek ini. "Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat pesisir adalah prioritas kami. Untuk itu, kami akan mendukung melalui penelitian yang aplikatif dan inovasi yang bisa diimplementasikan secara langsung," tegasnya.
Teluk Ekas dipilih sebagai pusat pengembangan blue food karena potensi besar yang dimilikinya. Selain memiliki kawasan perairan yang ideal untuk budidaya rumput laut, Lombok Timur juga dikenal memiliki komunitas masyarakat pesisir yang sudah lama bergantung pada sumber daya laut sebagai mata pencaharian. Dengan adanya proyek ini, diharapkan Lombok Timur bisa menjadi pusat budidaya rumput laut berkelanjutan yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi daerah, tetapi juga menjadi contoh nasional dalam pemanfaatan sumber daya kelautan secara efisien dan ramah lingkungan.
Mandat BRIN dalam proyek ini, sesuai dengan Perpres Nomor 78 Tahun 2021, adalah menyelenggarakan penelitian dan inovasi yang mendukung pengembangan industri rumput laut. Lembaga tersebut akan berperan aktif dalam memberikan pendampingan teknis, mulai dari proses budidaya hingga tahap pengolahan pasca-panen, untuk memastikan bahwa proyek ini dapat berjalan secara efektif dan efisien. "Kami berharap riset yang kami lakukan dapat membantu mengoptimalkan seluruh potensi yang ada di Teluk Ekas, serta memberikan nilai tambah bagi produk rumput laut yang dihasilkan," ujar Hendrian.
Proyek ini juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat karena Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen blue food. Blue food sendiri adalah konsep makanan yang berasal dari laut dan perairan lainnya, yang dikelola secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Di tengah meningkatnya permintaan global terhadap produk-produk blue food, Indonesia dianggap memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pemain utama di pasar internasional. Dan Teluk Ekas, dengan luas areanya yang mencapai 100 hektar, diharapkan dapat menjadi pionir dalam pengembangan industri ini.
Namun, di balik potensi besar yang ditawarkan, tantangan besar juga menghantui proyek ini. Bupati Juaini menyebutkan bahwa medan pengelolaan rumput laut dalam skala besar tidak hanya terkait dengan masalah teknis, tetapi juga persoalan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah daerah terus melakukan pendekatan partisipatif dengan masyarakat setempat untuk memastikan bahwa proyek ini tidak hanya dikelola oleh pihak luar, tetapi juga melibatkan komunitas pesisir dalam setiap tahap pengembangan.
"Kami ingin masyarakat pesisir mendapatkan manfaat langsung dari proyek ini. Mereka harus dilibatkan, bukan hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai mitra dalam pengelolaan industri rumput laut ini. Jika berhasil, ini akan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia," tegas Juaini.
Dengan adanya dukungan dari BRIN dan keterlibatan masyarakat setempat, diharapkan Teluk Ekas bisa menjadi model nasional dalam pemanfaatan potensi kelautan secara berkelanjutan. Meskipun tantangan masih besar, semangat kolaborasi dan inovasi yang ditanamkan dalam proyek ini diharapkan dapat menghasilkan perubahan nyata bagi perekonomian Lombok Timur, sekaligus mengangkat taraf hidup masyarakat pesisir.
Kini, semua mata tertuju pada Teluk Ekas. Proyek ini akan menjadi ujian besar bagi upaya Indonesia dalam mengembangkan blue food secara berkelanjutan. Masyarakat dan pemerintah daerah sama-sama berharap, langkah besar ini akan membawa hasil yang nyata, dengan kesejahteraan sebagai tujuan akhir yang tak boleh dikorbankan.
(Aws)