Survei KPK Ungkap Tingkat Korupsi Di Kabupaten Bima Lebih Tinggi Dari NTB
RNN.com – NTB - Setiap tahun, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan Survei Penilaian Integritas (SPI). Pada
tahun 2024, lembaga antikorupsi tersebut mengeluarkan hasil survei yang
dilakukan setahun sebelumnya. Hasilnya menunjukkan skor 70,97 persen, angka
yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 71,94 persen.
Berdasarkan
pernyataan resmi KPK, nilai SPI 2023 tertinggi untuk kategori Kementerian
diraih oleh Kementerian Keuangan dengan capaian 84,18. Sedangkan untuk kategori
Lembaga Non-Kementerian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) mencatat nilai tertinggi dengan skor 85,78.
Untuk
kategori Pemerintah Daerah, yang mencakup Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota,
dan Pemerintah Kabupaten, nilai SPI 2023 tertinggi secara berurutan diraih oleh
Provinsi Jawa Tengah dengan skor 77,91; Kota Surakarta dengan skor 83,75; dan
Kabupaten Gianyar dengan skor 83,78.
SPI 2023
Kabupaten Bima hanya mencapai 61,31 persen, terpaut 5,26 poin di bawah
rata-rata SPI Kabupaten/Kota se-NTB yang berada di angka 66,57 persen.
Dibandingkan dengan hasil SPI nasional, angka SPI Bima tertinggal 9,66 persen.
Perbedaan
dengan peraih SPI tertinggi semakin signifikan. Kabupaten Bima tertinggal 22,87
poin dari Kementerian Keuangan, 24,47 poin dari PPATK, 22,44 poin dari Kota
Surakarta, dan 22,47 poin dari Kabupaten Gianyar.
Angka 61,31
persen yang diraih Kabupaten Bima pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan
beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, angka SPI Kabupaten Bima mencapai
68,32 persen, atau lebih tinggi 7,01 persen. Sementara pada tahun 2021, angka
yang diraih adalah 68,95 persen, lebih tinggi 7,64 persen.
Penurunan
yang terus-menerus dan ketertinggalan angka SPI Bima dibandingkan dengan daerah
lain menunjukkan adanya permasalahan serius terkait korupsi. Hal ini harus
menjadi evaluasi bersama di berbagai sektor pemerintahan Kabupaten Bima.
Mengomentari
hasil SPI nasional pada Januari tahun ini, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak
mengatakan bahwa penurunan nilai rata-rata nasional SPI harus disikapi dan
ditindaklanjuti secara serius. Sebab, hasil SPI nasional menunjukkan bahwa
kinerja pemerintahan di berbagai sektor, termasuk pemerintahan daerah, masih
memiliki potensi korupsi yang tinggi. Dia menambahkan bahwa risiko terjadinya
tindak pidana korupsi di berbagai sektor masih sangat rentan.
(Aws)