KPK Kawal Penertiban 53 Galian C Ilegal di Lombok Timur

Daftar Isi

 

RNN.com – Lombok Timur NTB - Di Gumi Selaparang, dari total 208 tambang C yang ada, 53 di antaranya diketahui tidak memiliki izin resmi. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V, aktif memantau upaya penertiban tambang C ilegal di Pemda Lombok Timur yang dimulai sejak Kamis, (13/06/2024). Rapat koordinasi telah dilakukan untuk mengatur langkah-langkah selanjutnya.

 

Tim Korsup Wilayah V turut serta dalam inspeksi lokasi dan pemeriksaan terhadap aktivitas dan pajak dari tambang C ilegal sejak Jumat pagi (14/06/2024). Penertiban ini mencakup pengawasan terhadap aspek pajak dan volume produksi, yang diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam pe
mbangunan daerah.

 

Kekurangan pengawasan dan penertiban tambang C oleh Pemda dapat berdampak negatif pada keuangan daerah, lingkungan, dan masyarakat. Kondisi ini semakin memburuk karena kurangnya regulasi dan pengawasan yang jelas dari pihak berwenang.

 

Jika dibiarkan, pemerintah daerah (Pemda) bisa kehilangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang pada akhirnya dapat menghambat kemajuan daerah. Hal ini telah terjadi di Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat (NTB).

 

"Jika dikelola dengan baik, sektor ini dapat menghasilkan PAD yang signifikan, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Kepala Satgas Korsup Wilayah V, Dian Patria, saat meninjau salah satu tambang C ilegal yang telah beroperasi selama lima tahun dengan kedalaman 15-20 meter di Desa Pringgasela Timur.

 

Sayangnya, selama peninjauan hingga ke pos pengecekan dump truck di Lotim, Dian melihat bahwa Pemda kurang tegas dalam menindak dan mengoptimalkan pajak daerah. Banyak truk yang mengangkut muatan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) melebihi batas yang diizinkan.

 

Truk-truk tersebut juga tidak menggunakan penutup terpal, sehingga berpotensi mencemari lingkungan dan memicu kecelakaan. Namun, ketika diperiksa di pos pengecekan, truk-truk ini tidak dikenakan sanksi.

 

Selain itu, terdapat masalah pada kuasi atau karcis pajak yang memiliki tiga warna berbeda namun tidak jelas untuk siapa ditujukan (sopir, pembeli, atau Pemda), yang membuka peluang untuk penyalahgunaan.

 

Ketika tim Korsup Wilayah V meninjau pos pengecekan di perbatasan Lotim-Lombok Tengah, tidak ditemukan petugas yang berjaga, padahal hampir setiap 5-10 menit sekali ada truk bermuatan yang masuk ke lokasi pengecekan.

 

Dian Patria mengungkapkan bahwa terdapat banyak celah korupsi di sana. Dump truck yang membawa material tambang C dengan kelebihan muatan tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menyebabkan kerugian negara. Selain itu, sulit memastikan integritas petugas di lapangan dengan metode pengawasan yang ada saat ini.

 

Setelah melakukan peninjauan, KPK memberikan beberapa rekomendasi, antara lain agar petugas dari Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) memusatkan pemungutan pajak di pos perbatasan dengan Lombok Tengah; penyesuaian warna karcis; memastikan keamanan sarana angkutan; serta membantu legalisasi tambang ilegal dengan layanan terpadu satu pintu (one stop service) di setiap daerah dengan melibatkan pihak dari provinsi.

 

"Lebih baik menggunakan jembatan timbang yang harganya sekitar Rp800 juta. Tidak perlu lagi mengukur berapa volumenya atau berapa harganya, karena sudah tertera. Pembeli atau sopir hanya tinggal membayar pajak sesuai dengan aturan Perda Nomor 10 Tahun 2010 dan Perhub Nomor 18 Tahun 2015. Ini kan lebih simpel," ungkapnya.

 

(win)