Petani Madapangga Cemas, Puluhan Hektar Padi MH2 Terancam Gagal Panen
RNN.com – Bima NTB - Musim Tanam Kedua (MH2)
tahun ini membawa bencana bagi para petani di Nusa Tenggara Barat, dengan
puluhan hektar lahan padi dan palawija terancam gagal panen. Penyebab utamanya
adalah kekeringan dan kerusakan pada bendungan serta dam yang tidak mampu menampung
air dari Musim Tanam Pertama (MH1).
Situasi ini
terjadi di berbagai wilayah di Nusa Tenggara Barat. Meskipun ramalan BMKG
memprediksi hujan akan turun dan berpotensi membasahi tanah hingga 30 Mei 2024,
kenyataannya berbeda. Hujan mulai reda dan tanda-tanda kekeringan semakin
terlihat dengan mengeringnya dam, sungai, dan mata air tanah.
Di Kabupaten
Bima, misalnya, gejala kekeringan dan gagal panen sudah mulai dirasakan.
Tepatnya di So Tolo Dena, Nocu Wadu, dan Dore, kondisi ini membuat petani
kesulitan. Pantauan media di lokasi menunjukkan bahwa puluhan hektar padi di
wilayah Madaoangga terancam gagal panen. Salah seorang petani, Hamdiah (70),
mengaku heran dengan kondisi alam dan cuaca.
"Padahal
ini masih Musim Hujan Kedua (MH2), tetapi sawah-sawah sudah kering kerontang
bahkan tanah sudah terbelah dengan diameter menganga," tuturnya.
Ketua
Petugas Pengguna Pemakai Air (P3A) wilayah setempat, Haji Belu, yang didampingi
HM Said Pote, membenarkan kondisi irigasi yang mengering dan mendesak
pemerintah untuk turun tangan.
"Air di
kanal bendungan dan dam sudah kering, bahkan hingga kedalaman 50 meter pun
sudah tidak ada air," jelasnya.
Ia
menambahkan bahwa MH2 tahun ini di wilayah Kecamatan Madapangga terancam gagal
panen.
"Jika
BPBD Kabupaten Bima bersama Camat Madapangga tidak segera menangani, maka akan
terjadi bencana kekeringan. Apalagi tanda-tanda musim kemarau sudah mulai
terlihat," ujarnya.
Salah
seorang petani, Abdullah HAR, menyatakan bahwa kelemahan saluran irigasi
terletak pada titik blok air yang tidak dimiliki petugas P3A, termasuk rusaknya
dam (Rabba).
"Seharusnya
Kades setempat memiliki program gotong royong secara marathon dengan para
petani untuk memperbaiki Rabba, lanco, dan dam serta membuat kanal
pengatur," ucapnya.
Om Doel,
sapaan akrabnya, menekankan bahwa ketiadaan kanal pengatur sangat berdampak
pada ketersediaan air bagi para petani.
"Saat
MH1 air melimpah tetapi tidak bisa disimpan karena saluran irigasi kita tidak
representatif menampung banyaknya debit air. Akibatnya, stok air tidak tersisa
karena air mengalir terbuang," ungkapnya.
Sebagai
solusi, diperlukan intervensi dari Pemcam Madapangga bersama Kepala Desa Dena
untuk segera mencari jalan keluar jangka pendek maupun menengah atas persoalan
ini.
"Saran
saya, bantu warga tani yang butuh air dengan meminta bantuan mobil pompa dan
tangki dari perusahaan pengambil sirtu galian c, serta mobil pemadam untuk
menyedot air sungai. Jika tidak, puluhan hektar padi terancam gagal panen
MH2," ujarnya.
Hingga
berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari pihak terkait, termasuk
petugas PPL maupun Camat Madapangga.