Ketua DPD SPN NTB Desak Kenaikan Upah Minimum 2026 Hingga 10,5 Persen dan Penetapan UMSK Sektoral

Table of Contents

RNN.com
Mataram – Kalangan buruh di Nusa Tenggara Barat (NTB) menuntut pemerintah provinsi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%, sekaligus menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) bagi sektor-sektor unggulan di daerah tersebut.

Desakan ini disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) NTB sekaligus Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (PERDA KSPI) NTB, Lalu Wira Sakti. Ia menegaskan, perjuangan buruh NTB sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 yang mewajibkan perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu, serta kebutuhan hidup layak (KHL).

“Putusan MK juga menegaskan bahwa UMSK wajib diberikan untuk sektor tertentu dengan nilai upah di atas UMP atau UMK. Bagi NTB, ini sangat relevan mengingat sektor seperti pariwisata, konstruksi, dan pertambangan memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi,” ujarnya.

Berdasarkan kajian Lembaga Litbang KSPI, estimasi inflasi periode Oktober 2024–September 2025 berada di kisaran 3,23%, pertumbuhan ekonomi 5,1%–5,2%, dan indeks tertentu 1,0–1,4. Dari perhitungan ini, usulan kenaikan UMP/UMK 2026 mencapai 8,5%–10,5%.

Untuk sektor unggulan seperti pariwisata, pertambangan, dan pertanian modern, terdapat tambahan kenaikan 0,5%–5% sesuai nilai tambah masing-masing sektor. Artinya, UMSK 2026 di NTB diusulkan lebih tinggi dari UMP atau UMK yang berlaku.

Pihaknya juga meminta agar pembahasan upah di Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) dimulai 25 Agustus 2025 dan penetapan resmi UMP/UMK dan UMSK dilakukan paling lambat 30 Oktober 2025, lebih awal dari ketentuan penetapan umum pada November.

Sebagai langkah lanjutan, SPN NTB dan PERDA KSPI NTB akan ambil bagian dalam aksi nasional serentak pada 28 Agustus 2025 di 38 provinsi. Aksi damai di NTB akan melibatkan ratusan anggota dan pengurus SPN, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), serta Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia.

Selain kenaikan upah, aksi tersebut juga membawa enam tuntutan nasional, yaitu:

  1. Menghapus outsourcing dan menolak upah murah.

  2. Menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan membentuk Satgas PHK.

  3. Reformasi pajak perburuhan, termasuk menaikkan PTKP menjadi Rp7,5 juta per bulan dan menghapus pajak pesangon, THR, JHT, serta diskriminasi pajak bagi perempuan menikah.

  4. Pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa konsep Omnibuslaw.

  5. Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi.

  6. Revisi RUU Pemilu untuk merancang ulang sistem Pemilu 2029.

“NTB sedang mengalami pertumbuhan pariwisata, pembangunan infrastruktur besar, dan peningkatan aktivitas pertambangan. Kesejahteraan buruh seharusnya ikut naik seiring perkembangan tersebut, bukan hanya keuntungan bagi investor,” tegas Lalu Wira Sakti.(red)

DINAS-PETERNAKAN-DAN-KESEHATAM-20250218-194449-0000
GJI